twitter
    Find out what I'm doing, Follow Me :)

Top Model Kampus.

Top model Kampus.

Curhat_ku


Tulang Rusukku yang Hilang

Part 1
Pada suatu hari yang cerah dikampusku yang tercinta, hari yang berbeda pun terjadi ... di suatu pagi yang cerah aku pergi ke kampus seperti biasa, pagi itu aku berpakaian rapi dan berbeda seperti hari-hari yang lalu, mungkin hari ini adalah takdirku bertemu dengan jodohku, ketika aku melangkahkan kaki ku menuju kekelas ku, suasana saat itu masih sepi belum terlalu ramai oleh teman-teman, mungkin karena masih menunjukan jam 8 pagi, aku berjalan santai dari parkir menuju kelasku tampak dari kejauhan sesosok seseorang yang tak asing, setelah kulihat dengan seksama ternyata sosok itu adalah arem gayo “arem gayo.....” teriak ku dari kejauhan tapi tetap saja arem tak mendengar aku pun melambaikan tanganku masih tetap saja arem tak menengok...””” (menyebalkan) aku tetap berjalan mungkin karena terlalu konsentrasi terhadap “arem” aku tak sengaja menabrak sesosok wanita cantik yang belum pernah aku lihat (gubrak ,,,, aku terjatuh dan wanita itu pun terjatuh didepanku, aku dengan spontan meminta maaf dan membantunya berdiri masih dengan tatapan berdosa aku pun meminta maaf... tapi sang wanita cantik ini menatapku dengan tatapan kosong.. (bersambung).

Makalah Ekonomi Makro


Instrumem Moneter Islam
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata kuliah Ekonomi Makro Islam


Disusun Oleh :

Abdul Maskur             1021040066
Nisa Ul Jannah            1021040055
Ifafa Felza Abidin        0821040059



                         Jurusan / Semester       : Ekonomi Islam B / IV (Empat)





BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar  Belakang Masalah
Sejauh ini kita telah mengetahui perbedaan-perbedaan yang diametral antara paradigma yang mendasari eknomi konvensional dengan paradigma yang mendasari ekonomi islam. Keduanya tidak mungkin dan tidak akan pernah munkin dan tidak akan pernah mungkin untuk dikompromikan, karena masing-masingnya didasarkan atas pandangan-dunia (weltanschauung) yang berbeda. Ekonomi knvensional melihat ilmu sebagai sesuatu yang sekuler (berorientasi hanya kehidupan duniawi-kini dan disini), dan sama sekali tidak memasukan Tuhan serta tanggung jawab manusia kepada Tuhan di akhirat dalam bangun pemikiranya. Oleh karena itu, ilmu ekonomi konvensional menjadi bebas nilai (posivistik). Sementara itu, ekonomi islami justru dibangun atas, atau paling tidak diwarnai oleh, prinsip-prinsip relijius (berorientasi pada kehidupan dunia-kini dan di sini-dan sekaligus kehidupan akhirat-nanti dan disana).
Dalam tataran paradigma seperti ini, ekonom-ekonom muslim tidak menghadapi masalah perbedaan pendapat yang berati. Namun, ketika mereka diminta untuk menjelaskan apa dan bagaimanakah konsep ekonomi islam itu, mulai muncullah perbedaan pendapat. Sampai saat ini, pemikiran ekonom-ekonom Muslim kontemporer dapat kita klasifikasikan setidaknya menjadi tiga mazhab, yakni:
1. Mazhab Baqir as-Sadr
2. Mazhab mainstrem; dan
3. Mazhab Alternatif-kritis[1]


B. Rumusan Masalah
1. Apa peranan instrumen moneter islam?
2. Apa saja Instrumen moneter islam?
3. Apa saja aplikasi instrumen moneter islam?










BAB II
PEMBAHASAN

  
 A.  Pengertian Kebijakan Moneter

Kebijakan Moneter (Monetary Policy) adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi makro agar dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan harga dan inflasi serta terjadinya peningkatan output keseimbangan.
Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter.[2]

B. Instrumen Moneter Islam
1. madzhab pertama (Iqtishaduna)
Pada masa awal islam dapat dikatakan bahwa tidak di perlukan suatu kebijakan moneter karena hampir tidak adanya sistem perbankkan dan minimnya penggunaan uang. Jadi tidak ada alasan yang memadai untuk melakukan perubahan –perubahan terhadap penawaran uang melalui kebijakan diskresioner.
Promissory Notes atau Bill of Exchange dapat diterbitkan untuk membeli barang dan jasa ataupun mendapatkan sejumlah dana segar, namun surat tersebut tidak dapat di manfaatkan untuk tujuan kredit. Kreditor dapat menjual surat tersebut tetapi debitor tidak dapat menjual uang atau komoditi sebelum ia menerima surat tersebut.
Aturan-aturan tersebut memengaruhi keseimbangan antara pasar barang dan pasar uang berdasarkan transaksi tunai. Dalam nasi’ah atau aturan transaksi islam lainnya, pada saat komoditi di beli saat ini sedangkan pembayarannya di lakukan kemudian,uang yang di bayarkan atau di terima untuk mendapatkan komoditas atau jasa. Dengan kata lain,uang di pertukarkan dengan sesuatu yang benar-benar memberikan nilai tambahan bagi perekonomian.
Instrumen lain yang digunakan pada saat ini untuk mengatur pada jumlah peredaran uang serta mengatur tingkat suku bunga pada jangka pendek yaitu OMO(melalui jual beli surat beharga pemerintah) jelas belum ada pada masa awal perkembangan islam.selain itu,jelas tidak dakan menaikan atau menurun kan tingkat suku bunga tersebut bertentangan dengan ajaran islam karena adanya larangan yang berkenaan dengan riba dalam islam itu sendiri.

2. Mazhab Kedua(Mainstream)
Tujuan kebijakan moneter yang diberlakukan oleh pemerintah adalah maksi misasi sumber daya(resources) yang ada agar dapat dialokasikan pada kegiatan prekoomian yang produktif. Di dalam al-quan sudah di jelaskan bahwa kita dilarang untuk melakukan penumpukan uang (money hoarding) yang pada akhirnya akan menjadikan uang tersebut tidak memberikan manfaat terhadap peningkatan kesejahtraan masyarakat secara keselruhan. Kekeyaan yang idell tersebut akan menjadi sumber dana yang pada awalnya bersifat menjadi tidak produktif. Oleh sebab itu,mazhab kedua ini merancang sebuah instrumen yang ditunjukan untuk mempengaruhi besar keclnya permintan uang agar dapat di alokasikan pada peningkatan permintaan dalam islam dikelompokkan dalam 2 motif yaitu motif transaksi dan berjaga yang dilakukan pemerintah untuk mengembalikan permintaan uang pada titik keseimbangan (equilibrium) adalah dengan cara meningkatkan dues of idle fund. Semakin tinggi dues of idle fund yang dikenakan terhadap uang yanq idle akan menyebabkan masyarakat enggan untuk tetap menyimpan uang yang idle tersebut.
 Peningkatan dues of idle fund akan mengalihkan permintaan uang yang sedianya ditunjukkan untuk penimbunan uang atau aset yang produktif kepada tujuan penggunaan uang yang akan meningkatkan produktivitas uang tersebut di sektor riil,sehingga investasi akan meningkat. Peningkatan investasi begitu saja akan berdampak pada peningkatan permintaan Agregatif (AD), sehingga keseimbangan umum yang baru akan berada pada tingkat pendapat nasional yanglebihtinggi.[3]


3. Mazhab Ketiga (Alternatif)

Mazhab ketiga ini sangat banyak dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran ilmiah dari Dr M.A. Choudhury. Sistem yang kebijakan moneter yang dianjurkan oleh mazhab ini adalah syuratiq process yaitu dimana suatu kebijakan yang diambil oleh otoritas moneter adalah berdasarkan musyawarah sebelumnya dengan otoritas sektor riil. Jadi keputusan-keputusan kebijakan moneter yang kemudian dituangkan dalam bentuk instrumen moneter biasanya adalahharmonisasidengankebijakan-kebijakandisektorriil.

Menurut pemikiran yang ada pada mazhab ini, kebijakan moneter itu adalah repeated games in game theory dimana bentuk kurva penawaran dan permintaan uang adalah seperti tambang yang melilit dan ber-slope positif sebagai akibat dari knowledge induced process dan information sharing yang amat baik. Untuk lebih jelasnya marilah kita telaah ilustrasi grafis sebagai beriku[4]t:

Makalah Fiqih Muamalah



Makalah Fiqih Muamalah

GAJI PNS DALAM PERSPEKTIF HUKUM EKONOMI ISLAM

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih Muamalah

Disusun Oleh :
           
            Abdul Masykur                       1021040066




BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
            pada zaman sekarang, dimana mayoritas manusia begitu ambisi mengejar dunia dan acuh terhadap hukum-hukum agama sehingga tidak memperdulikan lagi apakah pekerjaan yang dia geluti selama ini diridhai oleh Allah ataukah tidak. Kita memohon kepada Allah bimbingan dan petunjuk untuk menjawab masalah penting ini dengan jawaban yang diridhaiNya dan memberikan rizki yang halal kepada kita serta menjauhkan kita semua dari rizki yang haram
Syari’at Islam menganjurkan kepada kita untuk bekerja dan memberikan kebebasan kepada kita dalam memilih pekerjaan apa saja selagi pekerjaan tersebut halal.
Demikian ditegaskan oleh Samahatus Syaikh Abdul Aziz bin Baz dan Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani. (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz 5/425, Al-Muru’ah wa Khowarimuha 205, Syaikh Masyhur bin Hasan Salman).
عَنْ رِفَاعَةَ بْنِ رَافِعٍ أَنَّ النَّبِيَّ سُئِلَ : أَيُّ الْكَسْبِ أَطْيَبُ؟ قَالَ : عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُوْرٍ
Dari Rifa’ah bin Rafi’ bahwasanya Nabi pernah ditanya: Pekerjaan apakah yang paling baik? Beliau menjawab: “Pekerjaan seorang dengan tangannya sendiri dan setiap perdagangan yang baik”. (Shahih li ghairihi. Riwayat Al-Bazzar sebagaimana dalam Kasyful Astar 2/83/1257)

B.  Rumusan Masalah
1. Apa hukum bekerja sebagai pegawai negeri ?
2. Bagaimana hukum gaji peagawai negeri dalam persfektip hukum islam ?
3. Apakah bekerja dalam pemerintahan termasuk loyalitas ?













BAB II
     PEMBAHASAN

A. Hukum Bekerja Sebagai Pegawai Negeri
Sebelum kita memasuki inti permasalahan, ada baiknya kita memahami beberapa point penting berikut:
  • Syari’at Islam menganjurkan kepada kita untuk bekerja dan memberikan kebebasan kepada kita dalam memilih pekerjaan apa saja selagi pekerjaan tersebut halal.
Demikian ditegaskan oleh Samahatus Syaikh Abdul Aziz bin Baz dan Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani. (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz 5/425, Al-Muru’ah wa Khowarimuha 205, Syaikh Masyhur bin Hasan Salman).
عَنْ رِفَاعَةَ بْنِ رَافِعٍ أَنَّ النَّبِيَّ سُئِلَ : أَيُّ الْكَسْبِ أَطْيَبُ؟ قَالَ : عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُوْرٍ
Dari Rifa’ah bin Rafi’ bahwasanya Nabi pernah ditanya: Pekerjaan apakah yang paling baik? Beliau menjawab: “Pekerjaan seorang dengan tangannya sendiri dan setiap perdagangan yang baik”. (Shahih li ghairihi. Riwayat Al-Bazzar sebagaimana dalam Kasyful Astar 2/83/1257)[1]
عَنِ الْمِقْدَامِ عَنِ النَّبِيِّ  قَالَ : مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ, وَإِنَّ نَبِيَّ اللهِ دَاوُدَ كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ
Dari Miqdam dari Nabi bahwa beliau bersabda: Tidaklah seorang memakan makanan yang lebih baik daripada makanan dari hasil tangannya sendiri, dan adalah Nabiyullah Dawud makan dari hasil pekerjaannya sendiri”. (HR. Bukhari 2076)
  • Dan juga berdasarkan kaidah berharga “Asal dalam muamalat adalah boleh dan halal”.
Oleh karenanya, apabila kita membaca sirah para salaf, niscaya akan kita dapati bahwa mereka berbeda-beda pekerjaannya, ada yang menjadi pedagang, petani, tukang kayu, tukang besi, tukang sepatu, penjahit baju, pembuat roti, pengembala, buruh dan seabrek pekerjaan lainnya.
  • Ketahuilah bahwa Syari’at membagi pekerjaan menjadi dua macam:
  1. Pekerjaan haram, seperti bekerja sebagai penyanyi, dukun, penjual khamr, pekerja di bank riba, pelacur, pencuri dan sejenisnya dari pekerjaan-pekerjaan yang dilarang oleh syari’at Islam.
  2. Pekerjaan mubah, contohnya banyak sekali, hanya saja sebagian ulama meneyebutkan bahwa “Pokok pekerjaan itu ada tiga: Tani, dagang, industri”. (Al-Hawi Al-Kabir 19/180, Al-Mardawi).[2]
Syaikh Masyhur bin Hasan menambahkan: “Dan diantara pokok pekerjaan pada zaman kita sekarang -selain tiga di atas- adalah bekerja sebagai “pegawai” dengan aneka macamnya. Hanya saja terkadang sebagiannya bercampur dengan hal-hal yang haram atau makruh tergantung keadaan jenis pekerjaan itu sendiri. Para pekerjanya secara umum banyak mengeluh dari kurangnya barakah. Di samping itu, pekerjaan ini juga menimbulkan dampak negatif bagi mayoritas pegawai, diantaranya:
  1. Kurangnya tawakkal kepada Allah dalam rezeki
  2. Banyaknya korupsi dan suap
  3. Malas dalam bekerja dan kurang perhatian
  4. Sangat ambisi dengan gajian akhir bulan
  5. Banyaknya sifat nifaq di depan atasan”. (Lihat Al-Muru’ah wa Khowarimuha hal. 193-206).
Bekerja sebagai pegawai negeri -sebagaimana pekerjaan secara umum- diperinci menjadi dua:
  1. Apabila pekerjaan tersebut tidak ada kaitannya dengan perkara-perkara haram, maka hukumnya boleh, bahkan bisa jadi dianjurkan.
  2. Apabila pekerjaan tersebut berhubungan dengan perkara-perkara haram seperti pajak, pariwisata haram, bank ribawi dan sejenisnya, maka hukum kerjanya juga haram, karena itu termasuk tolong-menolong dalam kejelekan yang jelas diharamkan dalam Islam.
وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُوْا عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوْا اللهَ إِنَّ اللهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ
Dan tolong menolonglah dalam kebaikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam dosa dan pelanggaran. Dan bertaqawalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksaNya . (QS. Al-Maidah: 2)
عَنْ جَابِرٍ قَالَ : لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ آكِلَ الرِّبَا وَمُوْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ : هُمْ سَوَاءٌ
Dari Jabir berkata: Rasulullah melaknat pemakan riba, pemberinya, sekretarisnya dan dua saksinya. Dan beliau bersabda: Semuanya sama. (HR. Muslim: 1598)

B.  Hukum Gaji Dari Pemerintah
Gaji pegawai negeri tergantung kepada pekerjaan itu sendiri:
1. Apabila dari pekerjaan yang haram, maka gajinya juga haram. Nabi bersabda:
إِنَّ اللهَ إِذَا حَرَّمَ شَيْئًا حَرَّمَ ثَمَنَهُ
“Sesungguhnya Allah apabila mengharamkan sesuatu, maka Dia mengharamkan pula hasil (upahnya)”. (HR. Ahmad 1/247, 293 dan Abu Dawud 3488 dan dishahihkan Ibnu Qayyim dalam Zadul Ma’ad 5/661)
عَنْ أَبِيْ مَسْعُوْدِ الأَنْصَارِيِّ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ نَهَى عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَمَهْرِ الْبَغِيِّ وَحُلْوَانِ الْكَاهِنِ
Dari Abu Mas’ud Al-Anshari bahwasanya Rasulullah melarang dari uang hasil jual anjing, mahar (upah) pelacur dan upah dukun. (HR. Bukhari 2237 dan Muslim 3985)
2. Apabila gajinya dari pekerjaan yang halal, maka gajinya juga halal, sekalipun sumber dana pemerintah yang digunakan sebagai gaji tersebut bercampur antara halal dengan haram, selagi dia tidak mengetahui bahwa uang gaji yang dia terima jelas-jelas haram.
Lebih jelasnya, masalah ini dibangun di atas beberapa kaidah:
  • Asal segala sesuatu adalah halal
Kaidah agung ini berdasarkan dalil-dalil yang banyak sekali dari Al-Qur’an dan sunnah. Sumber dana pemerintah yang bercampur antara halal, haram dan syubhat, selagi tidak diketahui secara pasti bahwa uang yang dia terima adalah uang haram maka termasuk dalam kaidah ini. Patokan masalah ini tergantung pada keyakinan hati, bukan pada kenyataan perkara, artinya jika dia mengambil uang gaji tersebut yang kenyataannya adalah tidak halal tetapi dia tidak mengetahuinya maka hukumnya boleh.
Para ulama ahli fiqih menyebutkan bahwa harta yang di tangan para pencuri, atau titipan dan pergadaian yang tidak diketahui pemiliknya apabila tidak mungkin untuk dikembalikan kepada pemiliknya maka wajib dishodaqohkan atau diberikan ke baitul mal, dan harta tersebut bagi orang yang diberi shodaqoh adalah halal, padahal telah dimaklumi bersama bahwa harta tersebut adalah jelas-jelas milik orang lain yang tidak bisa dikembalikan kepada pemiliknya. Jika harta tersebut saja halal, maka harta yang tidak diketahui keadaannya dan tidak dipastikan kejelasannya tentu saja lebih jelas kehalalannya.
  • Agama Islam dibangun di atas kemaslahatan dan membendung kerusakan
Dana pemerintah tersebut pasti diberikan, mungkin diberikan kepada orang yang tidak berhak menerimanya, atau kepada orang yang berhak menerimanya, dan tentu saja yang kedua ini lebih berhak menerimanya. Seandainya ahli agama yang berhak menerimanya tidak mau menerima uang dari dana pemerintah tersebut lalu diambil oleh orang yang tidak berhak menerimanya, maka akan terjadi kerusakan yang banyak sekali dan akan terhambat kemaslahatan yang banyak, padahal syari’at Islam dibangun di atas kemaslahatan dan menghilangkan kerusakan.(Lihat Al-Ajwibah As-Sa’diyyah ‘anil Masaail Al-Kuwaitiyyah hal. 163-164 oleh Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di, tahqiq Dr. Walid bin Abdillah).
  • Rasulullah menerima hadiah dan memenuhi undangan makanan dari Yahudi, padahal kita tahu semua bahwa Yahudi memakan uang dengan bathil dari riba dan lain sebagainya. Lantas bagaimana kiranya hukum menerimanya dari seorang muslim?! Jelas lebih halal.

C. Nilai-nilai Integritas
Baru-baru ini, Kementerian Keuangan telah meluncurkan 5 nilai Kementerian Keuangan, yang terdiri dari Integritas, Profesionalisme, Sinergi, Pelayanan dan Kesempurnaan. Satu dari 5 nilai yang hendak saya soroti adalah tentang Integritas, karena nilai ini menurut saya  merupakan nilai yang harus dijunjung tinggi  oleh semua pegawai baik itu pegawai swasta utamanya pegawai pemerintah sebagai abdi  negara dan  abdi masyarakat.
Pengertian integritas mencakup hal-hal sebagai berikut:
a. Bersikap jujur, tulus dan dapat dipercaya
b. Bertindak transparan dan konsisten
c. Menjaga martabat dan tidak melakukan hal-hal yang tercela
d. Bertanggung jawab atas hasil kerja
e. Bersikap objektif.[3]

D.  Apakah Bekerja Di Pemerintahan Termasuk Wala’ (loyalitas) Kepada Taghut?
Ada beberapa point penting yang harus kita fahami dalam masalah ini:
  • Masalah berhukum dengan selain Allah termasuk masalah basar yang menimpa para pemerintah pada zaman kita sekarang, maka hendaknya kita tidak tergesa-gesa dalam menghukumi mereka dengan hukum yang tidak berhak bagi mereka sehingga masalahnya benar-benar jelas bagi kita, karena ini sangat berbahaya sekali. Kita memohon kepada Allah agar memperbaiki para penguasa kaum muslimin. (Syarh Tsalatsah Utsul hal. 159 oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Utsaimin).
  • Menvonis para pemerintah yang tidak berhukum dengan selain Allah dengan taghut berarti itu mengkafirkan mereka, ini jelas keliru karena madzhab salaf memerinci masalah ini; apabila dia berhukum dengan selain hukum Allah dari undang-undang manusia dan hukum-hukum jahiliyyah, dengan mengingkari wajibnya berhukum dengan hukum Allah, atau berpendapat bahwa hukum Allah tidak relevan pada zaman sekarang, atau berpendapat sama saja berhukum dengan hukum Allah  atau selainnya maka dia kafir, tetapi apabila dia berhukum dengan mengakui wajibnya berhukum dengan hukum Allah dan tidak mengingkarinya, tetapi karena ambisi terhadap dunia, maka dia adalah fasiq. (Lihat kembali makalah “Hukum Islam Vs Hukum Jahiliyyah” dalam Al Furqon edisi 11/Th.III, “Fitnah Takfir” edisi 10/Th. III, “Berhukum Dengan Hukum Allah” edisi 8/Th. IV).
  • Anggaplah kalau mereka memang melakukan kekufuran nyata, bukankah menvonisnya dengan kekafiran memiliki kaidah-kaidah yang tidak ringan Harus terpenuhi syarat dan hilang segala penghalangnya Sudahkah kita menegakkan hujjah kepada mereka  Bukankah mayoritas mereka melakukannya karena kebodohan dan taklid buta.
  • Anggaplah  juga bahwa pemerintah adalah taghut dan kafir, tetap tidak bisa kita pukul rata bahwa  setiap para pegawai pemerintahnya adalah kafir. Sungguh ini adalah pemikiran menyimpang Khawarij yang sesat, karena haramnya wala’ (loyalitas) kepada orang-orang kafir bukan berarti haramnya muamalah dengan mereka dalam hal-hal yang mubah (boleh). Itu kalau kita anggap bahwa pemerintah kafir, lantas bagaimana kiranya kalau pemerintah masih mendirikan shalat?! (Lihat tulisan “Pembaikotan Produk Orang Kafir” edisi 12/Th. IV)
Akhirnya, kami mengatakan seperti apa yang dikatakan oleh Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan -semoga Allah menjaganya-:
“Saya tidak percaya kalau ada seorang muslim yang wala’ (loyal) terhadap orang-orang kafir, tetapi kalian mengartikan wala’ (loyal) bukan pada tempatnya. Kalaulah memang ada yang loyal kepada orang kafir, maka dia adalah orang yang jahil atau non muslim. Adapun orang muslim maka dia tidak mungkin loyal kepada orang kafir, tetapi ada beberapa perkara yang kalian menganggapnya loyal padahal tidak, seperti jual beli dengan orang kafir atau memberi hadiah orang kafir…”. (Al-Fatawa Syar’iyyah fil Qodhoya ‘Ashriyyah hal. 95, kumpulan Muhammad Fahd Al-Hushayyin).

E.  Bekerja di tempat yang ikhtilath (campur baur antara lawan jenis) tidak keluar dari dua keadaan:
  • Pertama: Apabila di sana ada tempat, ruangan atau kantor khusus bagi kaum laki-laki sendiri, dan bagi kaum wanita sendiri, maka hukumnya boleh.
  • Kedua: Apabila dalam satu tempat, ruangan atau kantor bercampur antara laki-laki dan perempuan, maka tidak boleh, sebab hal itu adalah pintu fitnah dan kerusakan.
Nabi telah memperingatkan kepada umatnya dari fitnah kaum wanita dalam sabdanya
مَا تَرَكْتُ بَعْدِيْ فِتْنَةً أَضَرَّ عَلَى الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ
“Tidaklah saya tinggalkan setelahku fitnah yang lebih berbahaya bagi kaum pria daripada fitnah wanita”. (HR. Bukhari 5096 Muslim 6880)
Sampai-sampai dalam tempat ibadah sekalipun, Nabi menganjurkan adanya jarak jauh antara laki-laki dan perempuan, sebagaimana sabdanya:
خَيْرُ صُفُوْفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا وَشَرُّهَا آخِرُهَا وَخَيْرُ صُفُوْفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا
“Sebaik-baik shaf (barisan shalat) kaum wanita adalah yang paling akhir dan sejelek-jeleknya adalah yang yang paling depan”. (HR. Muslim 440)
Nabi mengatakan sejelak-jelaknya adalah barisan yang terdepan disebabkan lebih dekat dengan barisan kaum lelaki. Demikian pula sebaik-baiknya adalah yang belakang dikarenakan lebih jauh dari kaum lelaki.Hadits ini sangat jelas sekali menunjukkan bahwa syari’at Islam sangat menekankan adanya jarak antara kaum laki-laki dengan wanita. Dan barangsiapa memperhatikan kejadian-kejadian yang terjadi pada umat, niscaya akan jelas baginya bahwa dalam ikhtilath antara lawan jenis merupakan penitu kerusakan dan fitnah hingga sekarang”. (Lihat Fatawa Nur Ala Darb hal. 82-83 oleh Syaikh Ibnu Utsaimin).






BAB III
                                                        Kesimpulan

Gaji pegawai negeri tergantung kepada pekerjaan itu sendiri:
Apabila dari pekerjaan yang haram, maka gajinya juga haram. Nabi bersabda:
إِنَّ اللهَ إِذَا حَرَّمَ شَيْئًا حَرَّمَ ثَمَنَهُ
“Sesungguhnya Allah apabila mengharamkan sesuatu, maka Dia mengharamkan pula hasil (upahnya)”. (HR. Ahmad 1/247, 293 dan Abu Dawud 3488 dan dishahihkan Ibnu Qayyim dalam Zadul Ma’ad 5/661)
عَنْ أَبِيْ مَسْعُوْدِ الأَنْصَارِيِّ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ نَهَى عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَمَهْرِ الْبَغِيِّ وَحُلْوَانِ الْكَاهِنِ
Dari Abu Mas’ud Al-Anshari bahwasanya Rasulullah melarang dari uang hasil jual anjing, mahar (upah) pelacur dan upah dukun. (HR. Bukhari 2237 dan Muslim 3985)
Dengan demikian kita sebagai umat muslim harus mengetahui asal-usul uang / gaji yang kita terima.





DAFTAR PUSTAKA
http://edukasi.kompasiana.com/2011/09/07/hukum-pemberian-hadiah-bagi-pegawai-pemerintah-dalam-pandangan-islam/


[2] Ibid
[3] http://edukasi.kompasiana.com/2011/09/07/hukum-pemberian-hadiah-bagi-pegawai-pemerintah-dalam-pandangan-islam/